Menurut pengamatan gue, entah ini kabar buruk atau bukan, tapi lama-kelamaan komunisme semakin merasuk ke kehidupan anak sekolah.
Pertama-tama, gue jelasin dikit tentang komunisme seperti pengertian di kamus. Artinya kurang lebih gini, sistem komunisme menitikberatkan pada penghapusan hak milik perseorangan menjadi hak milik bersama.
Bibit-bibit komunisme itu muncul ketika gadget canggih mulai menguasai setiap sendir kehidupan manusia. Nggak percaya? Cobain kamu dalam suatu hari sekolah, bawahandphone bagus, maka kamu akan tau dan sekaligus jadi korban komunisme.
Pas banget apalagi abis liburan sekolah, Natal, dan tahun baru. Pasti ada beberapa di antara kamu yang punya handphone baru nih. Handphone baru pastinya nggak yang lebih jelek dari sebelumnya dong, tapi keluaran baru yang pastinya lebih canggih. Tapi kalau kamu bawa handphone baru kamu ke sekolah, siap-siap aja.
Ketika kamu bawa gadget canggih ke sekolah, pasti deh, ini pasti, handphone kamu nggak akan lama berada dalam genggaman kamu. Dalam hitungan menit, salah satu teman (ironisnya, biasanya cenderung teman dekat) ngelihat kamu bawa smartphone canggih, pasti langsung menghampiri seperti hyena melihat wildebeest sekarat. Sang teman langsung akan meminjam smartphone kamu, terus kalau nggak dikasih mereka punya kata-kata sakti, “Dih, pelit banget lu jadi orang!” Kamu yang tadinya ogah minjemin –bukan karena pelit, tapi emang kamu pengin pake si handphone buat keperluan kamu– jadi mau nggak mau harus minjemin.
Selamat, kamu akan segera jadi korban komunisme. Kenapa? Karena handphone kamu mendadak jadi ‘milik bersama.’ Biasanya buat apa aja?
Selfie Berjamaah
Foto: Guardian
Nggak afdol rasanya kalau sekumpulan anak sekolah gaul (biasanya cewek), terus ada satu gadget berkamera bagus kalau nggak berfoto ria. Yak, fotonya biasanya selfie-selfie unyu gitu. Satu orang yang megang, yang berpose banyakan. Kalau sekarang-sekarang mungkin udah ada yang pake monopod kali ya (bahasa bekennya tongsis).
Efek dari selfie ini berkepanjangan, berkelanjutan, dan berapis nih. Abis selfie, nggak berhenti sampai di situ aja. Tapi akan ada tindakan lain, yaitu ngedit. Foto-foto selfie yang jumlahnya mencapai ribu juta puluh belas miliaran itu diedit di aplikasi edit foto yang hits abis, semisal Camera360 atau 365 Camera (sekarang ganti nama jadi HelloCamera), apps foto kolase biar jadi empat frame gitu, dan apps lain. Daaan, kalau di handphone pinjeman itu nggak ada apps-nya, maka nggak jarang para ‘komunis’ yang minjem main download begitu aja tanpa izin.
Kamu kira abis edit foto, komunisme itu berakhir begitu aja? Nggak! Masih ada kegiatan kirim-mengirim. Hal ini juga mengorbankan kuota internet. Seandainya nggak keburu ngirimnya karena keburu bel pulang, maka siap-siaplah kamu terus dihantui “Eh, foto-foto yang tadi kirim ya…” sepanjang dari pulang sekolah, pas sampe rumah, pas ngerjain PR, pas mau tidur, sampe bangun tidur, sampe ke sekolah lagi. Pokoknya kalau belum dikirim, akan diteror terus.
Terus, biasanya handphone yang dijajah akan dipergunakan untuk…
Main Game dan Nebeng Denger Musik
Foto: sanctuous.com
Kita sebagai manusia kan suka mumet sama kehidupan sekitar, capek sama tugas, atau bosen sama keadaan. Makanya, orang suka main game atau dengerin musik buat melipur kejenuhan. Buat yang punya handphone canggih, tinggal install dan game pun bisa dimainin kapan aja, lagu bisa didengerin kapan aja. Buat yang nggak punya,… ya tinggal minjem ke yang punya.
Makanya, ketika kamu bawa handphone kamu yang ter-install game dan banyak musik keren di dalamnya, siap-siap aja deh dijajah.
Sebenernya nggak terlalu bermasalah sih dipinjem dan game-nya dimainin atau buat dengerin musik, tapi kan kadang penjajahan handphone suka berlangsung semena-mena. Komunisme –yang berarti hak perseorangan jadi hak bersama– itu sering terjadi. Main game-nya gantian, di antara se-geng abis yang satu main, dioper ke yang lain. Terlebih lagi, achievements yang ada di game, semacam koin yang capek-capek dikumpulin di game itu suka main dibeliin seenaknya. Alasannya? “Kepencet.” Asdfghjkl banget.
Lebih sedihnya lagi, pas dikembaliin, si handphone sudah dalam keadaan tinggal nama alias batrenya habis.
Bukan itu aja. Ternyata masih ada lagi.
Dijadiin Hotspot
Ya, kita semua fakir wifi. Maka, ketika wifi sekolah nggak bisa diharapkan karena saking bapuknya, terus paket internet kamu lagi empot-empotan karena uang jajan kepake buat yang lain, dan/atau gadget kamu adanya iPod touch, maka demi kepentingan ‘cuma’ biar bisa update Path maka manfaatkanlah handphone teman dan jadikan portable hotspot.
Giliran orang yang handphone-nya dipinjem dan diem-diem dijadiin portable hotspot ini cuma bisa gigit jari karena pas dikembaliin, si handphone udah lemes karena batrenya kekuras, terus kuota internetnya juga abis.
Bukan cuma itu, ini yang paling parah.
Ditebengin Pulsanya Buat Nelpon
Keadaan paling pahit adalah ketika handphone kamu dipinjem temen, buat ditebengin dia nelpon ngabarin pacarnya, sedangkan kamu jomblo.
Dibajak
Minjem bilangnya ngapain, eh iseng bajak akun kita. Itu sih pakyu abis.
Ya gimana ya. Mau marah tapi temen. Katanya temen, tapi kok tega?
Jadi, sang handphone canggih yang jadi korban komunisme ini ‘diperas’ batrenya, kameranya, RAM-nya, kapasitas memorinya, kuota internetnya, pulsanya, dan hati sang pemiliknya pun ikut ‘diperas.’
Mungkin fakta-fakta inilah yang jadi alasan banyak sekolah yang ngeluarin peraturan bahwa nggak boleh bawa handphone canggih ke sekolah.
Gue yakin ada beberapa di antara kamu yang pernah ngalamin penjajahan komunisme kayak di atas. Ada? Atau ada lagi yang mau ditambahin selain poin-poin di atas?
Update: Hal-hal di atas akan masih ada sequelnya ketika kamu masuk kuliah dan ngekost. Kamar kost jadi korban komunisme karena jadi milik bersama. Mulai dari numpang tidur, numpang ngerjain tugas, numpang makan, numpang ngabisin air galon, numpang nitip naro barang, sampe numpang pacaran.